Apa yang kau pikirkan tentang kopi?
Belakangan aku sangat gemar membaca tentang filosofi kopi. Tentang
asal usul dan beragam jenis kopi Indonesia yang semakin mendunia.
Saat aku kecil bisa dibilang penggemar kopi. Mungkin karena
yang disajikan di rumah saat itu hanya ada kopi. Mungkin juga karena
pandangan orang tua tentang anak kecil yang harus minum kopi agar tidak terkena
penyakit mata tinggi. (apakah itu benar?) Entalah
Saat beranjak dewasa, aku bukan lagi menjadi penggemar kopi. Bukan
karena gengsi atau apapun sebutannya tetapi karena tiap kali meminumnya,
kepala ini rasanya berputar tujuh keliling.
Suatu waktu aku menjadi tamu di sebuah rumah di Toraja dan
disuguhkan secangkir kopi hitam. Untuk yang satu ini aku tidak bisa menolak
karena meminumnya berarti menghargai tuan rumah yang telah menyediakan minuman
tersebut. Apalagi tuan rumahnya untuk yang pertama kalinya baru kutemui saat
itu. Pada akhirnya tahulah apa yang terjadi 😢
Kemarin kejadian itu terulang lagi walau agak berbeda.
Bertemu dengan orang-orang baru dengan pembahasan yang menurutku sangat menarik
dan membuatku bersemangat luar biasa. Lalu kopi kini ada di depanku. Pertama
kali minum membuatku kaget, lupa kalau itu adalah kopi. Rasanya pahiiiit luar
biasa. Aku tidak mungkin tak meminumnya juga karena teman-teman yang ada di
sekelilingku sungguh kuhargai. Namun mungkinkah karena pembahasan yang menarik
itu membuatku lupa bahwa apa yang sedang kuseruput ini adalah kopi yang selalu
membuatku ingin berhenti sejenak untuk merebahkan kepala?
Pada saat masuk dalam kafe ini, aku ditawari oleh sang
waitres (mungkin pemiliknya, karena hanya dia seorang yang ada dalam kafe ini.
Dia menawariku kopi hitam, namun aku menolaknya hingga dia pun menawariku
Japanese coffee. Oke itu saja
Pikiranku kembali pada suatu malam dalam angan yang bergerak
dan hidup. Pada sebuah desa di Toraja Utara, ada sebuah pabrik kopi yang kami
kelolah dan menjadi sebuah lapangan kerja bagi penduduk sekitar. Menariknya
adalah, kami membuat suatu gerakan pendidikan dengan membuka kelas belajar
mengajar secara sukarela kepada setiap karyawan pabrik kopi tersebut pada saat
mereka usai bekerja.
Ah ini adalah mimpiku sejak dulu. Kupikir sudah menjadi kenyataan dan sedang ku lakoni saat itu juga. Nyatanya aku terbangun dan mendapati diri sedang dalam malam yang dingin dan hampa di rantau.
Ah ini adalah mimpiku sejak dulu. Kupikir sudah menjadi kenyataan dan sedang ku lakoni saat itu juga. Nyatanya aku terbangun dan mendapati diri sedang dalam malam yang dingin dan hampa di rantau.
Kembali pada pertemuan dengan teman/kakak yang baru ku
kenal. Ah bukan, mungkin akulah yang sok kenal pada awalnya. Bela-belain cuti dan
berangkat ke Toraja demi ketemu mereka untuk membahas pendidikan yang semoga
lebih baik di tanah kelahiranku sendiri. Aku berharap semoga pertemuan singkat
dengan segelas kopi itu tak sia-sia.
Semoga tidak sekadar wacana. Doaku dalam malam hampa tanpa kopi lagi.
Kini doa itu semakin terang, dan kami sudah memulai aksi itu
sedikit demi sedikit.
Semoga dari kegiatan menginspirasi anak-anak Toraja Utara
ini, nantinya bisa membuka jalan baru bagiku untuk sungguh mewujudkan mimpi
besar.
Bicara tentang kopi, Toraja mempunyainya bahkan kini sudah
mendunia. Semoga kedepan pengelolaannya semakin memadai di sana. Dan untuk
membuatnya seperti itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang memadai dan terdidik serta mau
membangun kampung halamannya. Semoga kami ada untuk itu juga.
Mari bergerak..
Makassar, 16 Juli 2018
Komentar